Terbit Self Publish yang Membuat Banyak Orang Mendadak Kaya
Serius? Itu pasti yang ada di benak Anda
ketika membaca judul di atas. Ya, ini lebih dari serius. Tunggu, jangan
mengernyitkan kening dan tertawa sinis dahulu. Saya belum selesai bercerita
tentang dahsyatnya penghasilan yang didapat dari Self Publish. Sebentar,
pastikan Anda tidak berpaling dari catatan penting kali ini, tinggalkan sejenak
aktivitas, dan dengarkan pengalaman yang ingin saya bagikan kali ini.
Beberapa tahun lalu, ketika LovRinz sedang
lucu-lucunya belajar berjalan, saya ingat sekali, penulis yang memilih
menerbitkan naskahnya di penerbit indie, masih belum sebanyak saat ini. Awal
mula LovRinz menerbitkan naskah penulis yang memilih Self Publish (selanjutnya
akan saya singkat dengan SP), adalah penulis yang mengupload naskahnya di
platform kepenulisan Wattpad. Berbekal sejumlah pembaca fanatik, penulis
memberanikan diri menerbitkan SP. Semua dikerjakan sendiri, mulai dari editing
naskah, melayout naskah menjadi tampilan siap cetak dan membuat desain
sampulnya sendiri. Ya, semua itu dikerjakan demi menghemat budget. Bagaimana
jika penulis tidak bisa menyiapkan naskah sendiri? Tenang saja, biasanya
penerbit indie membuka layanan jasa pracetak. Namun, ini akan membutuhkan
biaya, walau saat-saat sekarang, biaya pracetak yang disediakan penerbit cukup
terjangkau, tidak seperti beberapa tahun lalu yang lumayan menguras isi dompet.
Harga paket penerbitan di berbagai penerbit cukup beragam, dan jauh lebih murah
dari zaman saya menerbitkan buku pertama
saya “Keping Hati” di tahun 2013 lalu. Kemudian penulis mempercayakan naskahnya
untuk diajukan ISBN (International Serial Books Number), dan dicetak dengan
sistem POD (Purchase on Demand). Bila penulis memiliki pembaca militan yang
banyak, maka bisa dipastikan, bukunya akan terjual banyak pula.
Belakangan, seiring waktu berjalan,
fenomena penulis online semakin marak, karena media social memegang peran
paling penting untuk menghasilkan penulis-penulis dadakan (mendadak jadi
penulis). Terutama makin menjamurnya platform-platform menulis selain wattpad,
membuat stok naskah/cerita yang berpeluang dibukukan dalam bentuk fisik semakin
besar. Peluang ini juga yang membuat banyak penerbit-penerbit indie
bermunculan.
Nah, para pemilik tulisan yang nangkring di
platform, biasanya sudah mendapat penghasilan, ketika bergabung di platform
yang menggunakan sistem kontrak. Namun, banyak juga penulis yang memilih
membukukan tulisannya melalui jalur SP. Mengapa tidak menawarkan tulisannya ke
penerbit konvensional? Jawabannya sungguh mencengangkan. Sebelum saya paparkan jawabannya,
saya cerita sedikit mengenai trend mengirimkan naskah ke penerbit mayor.
Dahulu, sebuah kebanggaan bila seorang
penulis menerbitkan naskahnya melalui penerbit konvensional (penerbit mayor,
seperti Gramedia, Elex, Gagas Media, dll). Mengapa demikian? Ya, tentu saja
karena mejeng di salah satu rak di toko buku itu, keren dan jadi sebuah gengsi
tersendiri. Itu bisa berhasil jika penulis memang sudah punya nama besar, punya
fans banyak dan lain hal yang mendukung kemungkinan besar bukunya bisa terjual
banyak di toko buku konvensional. Akan tetapi, itu tidak bekerja dengan baik
jika penulis bukanlah siapa-siapa, belum punya personal branding yang kuat,
ceritanya kurang menarik, mungkin, atau tidak kuat bersaing dengan ribuan buku
yang juga menunggu nasibnya di rak-rak selasar toko buku. Bila kurang
beruntung, paling tidak 3 bulan pertama apabila buku tidak menarik, secara
penjualannya kurang bagus, buku itu sudah turun dari rak. Paling lama ia
bertahan hanya 6 bulan saja. Selebihnya, bersiap dikembalikan ke distributor,
atau berujung beradu nasib di box obralan.
Selain itu, tentu saja yang disoroti oleh
penulis-penulis indie (yang lebih suka menerbitkan buku melalui penerbit indie
baik terbit gratis melalui pinangan penerbit ataupun melalui jalur Self Publish)
adalah royalty yang diperoleh.
Saya akan mengajak Anda untuk ikut
berhitung. Soal perhitungan ini sempat saya posting di media social Facebook
beberapa tahun lalu. Angka-angka yang saya paparkan, bikin ngiler para penulis
online. Ini menarik sekali, sebab sangat jarang penulis mau buka-bukaan berapa
royalty yang diperolehnya ketika bukunya terbit dan terjual.
Kita tahu bersama, saat ini, penulis itu
adalah profesi yang menggiurkan. Namun, bagi penulis mayor, ini akan jadi
tumbukan keras di hati. Akan sangat menyakitkan ketika mengetahui sebuah fakta,
1000 eksemplar terjual di toko buku akan jauh royaltinya dibanding dengan
jumlah yang sama, tetapi terjual melalui online (penerbit indie, atau lewat
penulisnya sendiri). Kenapa bisa begitu? Nanti akan saya terangkan pada
waktunya.
Sebelum sampai ke perhitungan itu, saya
ingin mengisahkan seorang sahabat saya yang memilih menjadi penulis Self
Publish daripada kerja kantoran. Sebelumnya, ia adalah karyawan sebuah
perusahaan swasta, dan ia menulis di sela-sela waktu istirahatnya. Beliau
menulis rutin di aplikasi oren (sebutan untuk aplikasi menulis Wattpad).
Awalnya ia tak percaya diri untuk menerbitkan naskahnya melalui jalur Self
Publish. Namun, saya yakinkan ia, karena ia sudah memiliki pembaca tetap dan
juga tergabung dalam komunitas menulis yang cukup memiliki banyak anggota. Dan
kebanyakan pembacanya, tak puas hanya membaca di media online. Membukukannya
adalah pilihan tepat.
Dan, tiba pada waktunya, ia akhirnya
menerbitkan buku. Gayung bersambut. Sistem penjualan bukunya menggunakan sistem
Pre Order dengan jangka waktu tertentu.
Saya ingat sekali, tahun 2015 adalah tahun pertamanya menerbitkan buku melalui
Self Publish. Dan di PO pertama, bahkan sebelum tanggal tutup PO berakhir,
pemesan bukunya mencapai angka 300 eksemplar. Ini angka yang cukup fantastic
untuk penulis pemula (ia menyebutnya demikian karena merasa masih baru di dunia
literasi apalagi ini novel pertama yang ia terbitkan).
Dengan riang gembira, ia menghampiri saya.
Rekapan penjualan tiga ratus eksemplar lengkap dengan alamat pengiriman,
membuat saya sungguh terharu. Ia tidak membutuhkan modal untuk mencetak
bukunya. Kok bisa? Ya, tentu saja bisa. Ia juga tidak mengeluarkan biaya untuk
jasa pracetak bukunya, sebab ia bisa mengerjakannya sendiri.
Mari kita mulai berhitung.
Harga jual bukunya pada waktu itu, 90.000
rupiah. Dikalikan 300 eksemplar. Ia mendapat dua puluh tujuh juta. Karena waktu
itu ia menerbitkan melalui digital printing, maka ia mengeluarkan biaya kurang
lebih 30rb per buku. Ia hanya mengeluarkan sembilan juta untuk membayar biaya
cetak digital print, untuk bukunya.
Tak sampai sebulan setelah PO pertamanya,
ia kembali mengorder cetak untuk jumlah yang lebih besar. 400 eksemplar. Luar
biasa, bukan. Amazing. Inilah nikmatnya Self Publish dan dijual melalui online.
Betapa dahsyatnya peran media social. Tak perlu saya hitungkan kembali, berapa
yang ia dapatkan.
Mungkin bagi sebagian besar penulis yang
sudah biasa memilih Self Publish, ini bukanlah hal yang luar biasa dan bukanlah
sesuatu yang wow. Tapi bagi sebagian penulis yang belum memahami ini, self
publish adalah hal yang bisa saja dianggap cahaya Ilahi, untuk kondisi super
istimewa pada masa-masa sekarang ini.
Kebanyakan 1000 eksemplar rata-rata penulis
mayor (yang bukunya terjual di toko buku) --biar mudah saya hitung dari harga
jual 100.000-- penulis paling mendapat 10 juta (ini kalau royaltinya 10%
*prosentase ini dari beberapa teman penulis yang menerbitkan naskahnya melalui
penerbit konvensional), belum lagi dipotong pajak dan administrasi lainnya.
Namun, bila jumlah yang sama untuk penulis yang menjual bukunya melalui indie
dan memilih jalur self Publish, penulis bisa menerima royaltinya utuh tanpa
dibagi-bagi ke penerbit atau distributor. Misal, untuk perhitungan royalty di
LovRinz, harga 100.000, penulis mendapat royalty sebesar 40% (ini kalau naskah
dipinang oleh Lovrinz), namun untuk terbit mandiri self publish, penulis hanya
perlu menyisihkan untuk biaya cetak, ya, anggaplah biaya cetak 30.000, bila
harga jual seratus ribu, penulis sudah mengantongi 70 juta, bila terjual 1000
eksemplar. Hebat, kaaan.
Masih gak percaya, kalau self publish bisa
bikin kaya?
Baru-baru ini, awal Oktober 2021 (tanggal
4) saya membuka pre oder sebuah novel berjudul Malang Untold Story. Buku ini
buku duet penulis indie, yang diterbitkan self publish. Kami buka di market
place untuk 1000 eksemplar dengan harga 99.000. Luar biasa, hanya sehari. Ya,
hanya sehari, 1000 eksemplar sudah habis. Saya sungguh excited ketika dalam
perjalanan menuju Malang untuk mengikuti Grounded Books Writing Workshop, di
dalam bus, saya mengikuti perjalanan detik-detik habisnya stok Malang Untold
Story.
99.000.000 sudah nyata. Dikurangi biaya
cetak tiga puluh sembilan ribu per buku. Bisa dibayangkan, berapa yang diterima
penulis hanya dalam waktu sehari, kan.
Masih banyak contoh penulis yang menerima
keberkahan luar biasa dari menulis dan menerbitkan bukunya melalui self
publish. Angka yang luar biasa untuk seorang penulis yang hanya dikenal melalui
online. Tidak mejeng di toko buku. Ia hanya memastikan dirinya rutin menulis di
platform menulis online, dan meyakinkan pembacanya bahwa apa yang ia tulis
adalah sebuah cerita yang layak mendapat tempat di hati pembaca dan pantas
untuk dikoleksi buku fisiknya.
Tak sedikit penulis yang sudah makmur dari
merasakan pendapatan real dengan menulis. Membangun rumah, menyekolahkan
adiknya, mengumrohkan dan menghajikan orangtuanya, bukanlah sekadar impian.
Sudah beberapa penulis LovRinz mengabarkan berita bahagia, ketika ia berhasil
membangun rumah dari self publish. Betapa senangnya ketika melihat orang tuanya
naik haji. Dan berbagai macam kabar gembira lainnya ketika menerima transferan
dari penjualan bukunya.
Ini impian yang bukan hanya menjadi milik
satu dua penulis. Ini menjadi mimpi besar penerbit LovRinz yang punya impian
satu juta penulis LovRinz bisa terbit buku solonya melalui jalus Self publish
dan terjual ribuan eksemplar hanya melalui penjualan indie, penjualan online,
lewat penerbit maupun market place. Sebuah impian yang besar, yang sangat yakin
saya katakan, penulis-penulis indie sekarang adalah profesi yang paling dicari,
paling diminati, yang menulis jutaan judul dengan kisah-kisah inspiratif dan motivasi
untuk penulis-penulis muda lainnya.
Mau mencoba jalur ini?
LovRinz siap melayani ....
Rina Rinz
Authorpreneur
Cirebon
#HappyWriting
#Writingwithpower
#SelfpublishLovRinz
#penerbit, #penerbitlovrinz,
#penerbitnovellovrinz, #penerbitbukulovrinz, #penulislovrinz,
#eventmenulislovrinz, #eventnulislovrinz, #eventmenuliscerpenlovrinz,
#eventmenulisnasionallovrinz, #penerbitcirebonlovrinz, #novelromancelovrinz,
#novellovrinz, #novelislamlovrinz, #wattpadnovellovrinz, #penulislovrinz,
#percetakanlovrinz, #penerbitindielovrinz, #penerbitonlinelovrinz,
#selfpublislovrinz, #penerbitselfpublislovrinz, #literasilovrinz, #novelteenlit
Semoga bulan ini bisa terbit di Lovrins.
BalasHapus