Cemburulah Kemarin [2]
18 Juni 2015
Sky tak menyangka berani menginjakkan kaki di
kota ini lagi. Kota yang sempat membuatnya merasa nyaman, lalu terasa kosong,
hanya karena seseorang, Elang-begitu Sky menuliskan namanya di dalam hati.
Berbekal apa yang telah disematkan oleh Ibu, Sky berangkat ke Surabaya dengan kereta Subuh. Selepas
sholat subuh di dalam gerbong yang hanya berisi tiga orang itu, Sky memandang keluar jendela. Yang ada hanya
gelap, dan pantulan wajahnya yang membalas senyum ragunya.
Sama sekali tak sepenuhnya berani. Hanya
keyakinan bahwa Allah mempercayainya merasakan semua ini, keyakinan bahwa Allah
tak mungkin salah hitung pada kemampuan hatinya, yang membuat Sky mengambil resiko.
Hari pertama di Surabaya, Sky tak mampu bertahan lama. Hatinya kosong dan
takut. Lagipula ponselnya tertinggal di rumah. Maka malam itu juga dia kembali
pulang, melewatkan tarawih malam kedua.
Jalan yang dilaluinya, jalan yang sama dengan
yang pernah dilewatinya bersama Elang, hanya beberapa ratus meter dari rumah
Elang. Entah takut, atau justru ingin bertemu tak sengaja, Sky mengendara motor sambil
berusaha melihat mobil-mobil sampai pejalan kaki dengan teliti.
Di sini aku belajar hidup lagi. Menjadi manusia baru.
-
Setelah pulang di hari pertama, Sky bertahan selama seminggu di Surabaya.
Kesibukan kantor, target-target di bulan ramadhan dan tugas dari Ibu cukup
menyita pikirannya. Hidup serasa normal. Ngabuburit sepulang kerja, tarawih,
kemudian hunting buka puasa menjelang larut malam, membuatnya bersemangat.
Suatu hari bahkan Via sahabatnya mengajak jadi
PPT (Para Pencari Takjil) di kampusnya. Membaur dengan mahasiswi-mahasiswi
menikmati takjil sederhana di masjid kampus. Kampus Via, kampus yang sama
dengan kampus tempat Elang belajar. Elang, selalu Elang...
Pertama kali mengantar Via ke kampus, Sky merasakan hatinya haru. Apalagi melewati
almamater Elang. Sky melambatkan motor, merasakan hawa di sana. Barangkali ini udara
yang sama yang Elang hirup beberapa tahun lalu, yang membentuknya seistimewa
sekarang.
Di sinilah Elang menempa diri, membentuk karakter seperti yang
kukenal. Jiwa yang kuat, semangat dan tekad yang keras, keimanan yang mendasari
setiap langkah, sosok yang benar-benar istimewa. Sky membenak.
26 Juni 2015
Seminggu terlewati Sky memutuskan pulang sejenak. Memberi vitamin
hatinya di rumah, kemudian kembali ke dunia nyata di hari Jumat pagi.
Ya, hari itu jumat. Sky keluar dari kantor jam lima tepat. Migrain
menyerangnya mendadak. Mengendara motor perlahan. Kemudian matanya tertuju pada
mobil di tepi jalan. Mobil cokelat muda, warna yang sama dengan mobil Elang. Sky selalu awas pada mobil berwarna senada,
berbentuk sedan, entah apapun merknya. Selalu saja menduga-duga apakah itu
Elang? Berlebihan mungkin. Dari sekian banyak mobil sedan berwarna sama di
Surabaya, berapalah kemungkinannya untuk ditempatkan pada koordinat yang sama
dengannya di suatu dimensi waktu yang sama pula.
Tapi, mata Sky menangkap sebuah deretan angka
yang amat dihafalnya, bentuk lampu belakang yang juga dikenalnya. Kali ini, di
antara ratusan kali bertemu mobil sejenis, Allah menentukan Sky melihatnya.
Semakin dekat, semakin keras detak jantungnya. Antara kecewa kenapa harus bertemu, dan
kerinduan yang tiba-tiba mengembang ingin bertemu. Sky melambatkan motor, melewati sebelah kanan,
menoleh ingin sekedar memastikan.
Tiba-tiba tangannya memutuskan lain. Gas
ditarik mengencang, melaju pulang. Sky tidak menduga reaksinya justru begitu. Sempat ingin putar balik,
ingin melihat. Perang batin mebuat tangannya sedingin es di dalam sarung tangan
kulit di panasnya Surabaya sore hari.
Hafs : Mungkin reflek menghindar itu sebab memang lebih banyak alasan untuk tidak bertemu
daripada sebaliknya.
Hafs : Terkadang pertemuan-pertemuan itu juga hadir sebagai ujian
tentang rasa. Yang akan memberi gelar lulus ketika di hadapannya kita tak
merasakan apa-apa.
Sky : Dan aku belum lulus?
Hafs : Belum lulus, itu salah satu hikmahnya. Mungkin nunggu tugas Ibu
kelar J
Hafs : Sambil memperhitungkan kembalihal-hal yang mungkin bisa dilakukan
bila kebetulan dipertemukan lagi. Ketakutan itu ada dan hilang untuk dihadapi.
Jangan hindari? Lalu aku harus menampakkan diri di hadapannya?
Muncul di depannya yang sedang bersama komunitasnya dan mungkin juga gadis itu?
Sky sangsi dia bisa melakukan itu. Dia tahu tabiatnya sendiri. Ada sisi dirinya yang
mencibir.
Tapi dia merasa, dalam Ramadhan ini pasti akan ada lagi setidaknya satu
pertemuan lagi, entah di mana atau seperti apa. Mungkin juga hanya bertemu
mobilnya seperti tadi.[bersambung]
Posting Komentar untuk "Cemburulah Kemarin [2]"