Belajar Menulis - Menulislah Semaumu, Tapi Jangan Asal!
Selasa sore yang menyenangkan …
Seorang sahabat mengetuk jendela kamar sambil berbisik.
“Boleh tanya, Mbak?”
Aku menutup jendela kamarku lalu
kembali buka buku atau catatan tentang dunia menulis. Takut kalau tiba-tiba
sahabatku itu datang lagi dengan pertanyaan baru. Jaga-jaga saja, hehehe serem,
suka nanya yang tidak-tidak soalnya.
“Boleh tanya, Mbak?”
Saking pelannya, aku tak mendengar
suara sahabatku itu.
“Ndak jadi. Hehe”
“Lah gimana sih? Hehehe Lah sori
abis mandi,” jawabku sekian menit kemudian.
“Tanya apa?” Aku menunggu pertanyaan
yang sepertinya penting. Jarang-jarang ia serius berbicara padaku.
“Begini, beberapa orang pernah
bilang, ‘kalo pengen bisa nulis, ya tuliskan apa saja yg ingin kamu tulis’, itu
maksudnya gimana, ya?”
“Kalau menurutku ... Menuliskan apa
yang ingin kukisahkan. Tanpa tekanan dari siapa pun atau apapun. Lupakan dulu editing dan sebagainya.
Hehehe menulislah dulu. Editing ada masanya.”
“Oh gitu … berarti menulis bebas? Atau
gimana?”
“Ya Mas mau nulis apa? Menulislah tapi
jangan asal nulis bila ingin dinikmati tulisannya. Bagaimana orang tertarik
baca tulisan kita bila nulis asal hehehe.” Tanpa pikir panjang, aku belagak sok
tahu.
“Biar bagaimana juga, menulis itu
sama dengan bercerita. Bila tidak runut, bagaimana orang bisa menikmatinya dengan
nyaman. Ya tooohhhh?!” Lanjutku lagi sambil menikmati sereal coklat hangat.
“Nah, ini yang bikin aku dan mungkin
yang lain agak bingung, 'nulis apa saja tapi kok asal jangan asal nulis?'
sementara ragam jenis tulisan itu sendiri ada banyak, jadi mummett ... maklum
orang awam.” Kubayangkan sahabatku itu garuk-garuk kepala atau ujung hidungnya.
“Hahahaha. Maka menulislah menurut
hatimu. Lama-lama akan dapat gayamu sendiri.” Kayaknya ini jawaban yang gak
nyambung dariku. Ah biarlah, yang penting jawab (nyengir kuda).
“Gaya batu aja ndak bisa kok ... jelasnya,
apa yang harus dilakukan saat nulis, misal novel, pusi, surat, dan seterusnya,
masing-masing kan berbeda, Mbak?”
“Yup tentulah beda. Heheh sementara
ini, aku juga masih terus belajar kok. Masih terus menggali potensi, menulis yang
benar itu bagaimana.”
“Ya kalo asal nulis apa aja ya agak
rancu juga …,” ujarnya lemas.
“Pertama yang kulakukan adalah
berlatih menulis dengan baik. EYD dan teknis dasar saja dulu. Masalah rasa dan
gaya bertutur tentu akan mengikuti. Proses itu tak berhenti. Aku menerapkan
prinsip tak pernah puas dalam menulis. Hehehe.
Maksudnya gini …” Tarik napas …
“Pertama apa yang ingin kita tulis.
Catat di benak atau tuliskan di kertas. Aku ingin menulis tentang .... Lalu bagaimana caranya? Oke, tentukan dulu mau nulis tentang
(misal ibu hamil) dalam bentuk apa?
Puisi, oke Cerpen, oke Novel, ayo
Artikel, boleh. Opini? Yuuk mari ...”
“Caranyaaa?? Dari tadi ditanya
caranya kok muter aja sih, Mbak?”
“Oke sudah ditentukan mau nulis apa?
Puisi? Ayo ...”
“Tuh kan bener brarti ndak asal
nulis. Akakaakak.”
“Lah iya ... Tuliskan inginmu apa,
tapi jangan asal nulis.
Kecuali, hanya untuk koleksi
pribadi. Kwkkw.”
“Hahaha.... oke, sebenarnya aku paham,
cuma pengen tau pendapat Mbak aja ... iseng gitu ... ckckck”
“Hahaha Iseng yeee,” ujarku rada sewot tapi
senang juga, setidaknya jadi terangsang lagi ingin menulis.
“Horeeee ... aku dapet tambahan
ilmu.” Sahabatku itu kegirangan tapi tetap menggaruk-garuk kepalanya. “Tapi, memang
itu perlu diluruskan kok. Karena memang, banyak pernyataan yang kadang ndak
jelas arahnya (masih ambigu). Ya satu contoh pernyataan kayak gitu ‘nulis ya nulis aja,
nulis apa saja’ ini kan masih butuh
penafsiran.”
“Oke kalau gitu, kapan-kapan kita
ngobrol lagi tentang ini.”
mbak buat tulisan tentang tips buat novel sama dongeng dong...buat pemula...hehe
BalasHapusIya, baiklah, nanti kupanggil ya kalau sudah jadi, hehehe
Hapus