Catatanku; Menulis itu Mengasyikan
Catatanku; Menulis itu Mengasyikan
Saya
menggilai tulis menulis sejak tahun 2008. Saat itu bisa dibilang awal
kebangkitan saya dari masa suram. Patah hati yang kesekian kalinya. Setelah
berpisah dari seorang pria Apoteker di Indonesia Timur, Alor - Kalabahi, saya
memutuskan kembali ke tanah Malang dan mencari kehidupan baru. Syukurlah saya
tak perlu menunggu lama untuk dapat memulai aktifitas baru. Sebuah PMA yang
bergerak di bidang agronomi menerima saya untuk menjadi seorang field admin. Ya, walau kerjanya di desa,
saya sangat menikmati alam dan suasana baru yang menyegarkan kembali jiwa dan
raga. Hehehe.
Pekerjaan
saya tidak terlalu banyak. Paling-paling hanya mengisi data petani yang ikut
bergabung, mengatur arus benih, mengurus rumah tangga basecamp, sesekali ikut ke sawah, dan masih banyak lainnya yang
tidak terlalu susah. Nah, karena banyak waktu ‘nganggur’, saya menghabiskan
waktu untuk menulis. Pertama kali bergabung dengan sebuah komunitas menulis
yang lebih dikenal dengan kemudian dot kom, saya jadi tahu menulis tak hanya
sekedar memainkan jemari dengan pulpen atau di atas papan tombol komputer.
Menulis butuh rasa. Tulisan saya awal-awal itu, sangat dipengaruhi oleh
perasaan hati yang emosian. Kalau saya baca lagi, terkadang bingung sendiri,
benarkah itu saya yang menuliskan semua?
Lambat
laun, saya selalu menuliskan kisah-kisah yang saya alami, entah itu puisi atau
prosa dalam bentuk cerpen atau prosa liris. Semua saya tuliskan. Hingga saya
bertemu dengan pria yang menjadi suami saya. Mendapat paket instan dan hemat,
membuat saya ‘lupa’ dengan menulis. Ya, mengurus dua anak yang masih
kecil-kecil sekaligus dan seorang diri itu sangat merepotkan. Hehehe, tapi saya
menikmatinya. Otomatis, saya jarang menulis. Hanya pada saat saya benar-benar
merasa jatuh, baru deh jadi sebuah tulisan yang enggak banget. Soalnya penuh
dengan keluhan dan keputusasaan.
Praktis,
dalam dua tahun terakhir, saya tidak punya karya-apa-apa selain status curahan
hati yang tak bermutu. Huhuhu. Dan di saat kegalauan melanda dengan begitu
hebatnya, saya menemukan rumah baru. Komunitas Bisa Menulis. Yippie. Allah
memang baik memberiku rumah sehangat dan senyaman KBM.
Di
KBM, saya menargetkan diri untuk menulis minimal sehari satu tulisan. Entah itu
diposting atau tidak. Di KBM ini pula saya tumbuh menjadi seorang penulis yang
setiap hari belajar memainkan emosi dan rasa dalam menulis. Banyak sekali ilmu
bertebaran dan gratis yang dihidangkan. Alhamdulillah, bila ingin benar-benar
belajar, semuanya akan didapat pelan-pelan.
Menjadi
penulis hebat itu tidak instan dan sekali jalan. Penulis hebat itu ditempa oleh
pengalaman. Tak mudah menyerah dan menanggalkan pulpen di tengah jalan, penulis
yang hebat harus terus menggerakkan jemarinya. Mencari inspirasi dari
sekeliling dan menuangkannya walau sepenggal-sepenggal. Penulis yang hebat,
takkan diam dalam perenungan terlalu lama. Hei, kalau merenung terus, kapan
nulisnya?
Saya
yakin sekali, yang tergabung di komunitas ini, sangat ingin menjadi penulis
hebat. Ya, saya akui, tulisan saya belumlah bisa dikatakan hebat seperti yang
lainnya. Namun saya tak mau berhenti. Meskipun tak satu dua yang mengirimkan
inbox berbicara tidak enak dibaca. Tak sedikit yang menganggap tulisan-tulisan
saya hanya sampah dan mencari sensasi. Oke, kalau memang tulisan saya hanya
segitu di mata mereka, ya please
jangan dibaca toh. Tak jarang pula ada yang menganggap catatan-catatan saya
hanya imajinasi belaka. Hello, penulis tanpa imajinasi sama saja sayur tanpa
garam. Tapi untuk catatan yang saya buat, benar adanya. Begitulah keadaan saya.
Bukan untuk mencari sensasi. Saya akui banyak sekali kesalahan dalam hidup yang
saya jalani, namun niat saya berbagi, agar yang lain tidak mengalami seperti
saya. Tak sedikit tulisan saya mengajak pembaca berpikir. Dan seringkali pula
di akhir catatan, saya menyelipkan sebuah pesan.
Ah,
sudahlah, apapun penilaian semua tentang tulisan-tulisan saya, sungguh membuat
hasrat menjadi penulis hebat dan sukses begitu menggebu-gebu. Dan meski saya
harus menangis darah atau gegulingan di tanah, saya akan tetap menggerakkan
jemari saya, merapal tiap huruf dan mengejanya dengan lantang.
Pokoknya
bagi saya, menulis itu mengasyikan. Bagaimana denganmu?
Posting Komentar untuk "Catatanku; Menulis itu Mengasyikan"