Islam, I'm In Love
Menikah dengan laki-laki sudah punya anak saja itu hal bodoh apalagi
saat kau memilih meninggalkan juruselamatmu. Hidupmu akan susah!!!
Dengan langkah berat kutinggalkan pelataran rumah. Suara petir dari
mulut papa membuatku semakin memantapkan hati. Ini pilihanku. Ini hidupku.
~OO~
Terlahir sebagai sulung dari empat bersaudari, di tengah keluarga
kristiani. Bisa dibilang hidupku dipenuhi berkat dari pelayanan papa di sebuah
organisasi kekristenan dunia. Walau itu dibayar dengan hubungan yang kurang
harmonis dengan papa. Sebab komunikasi yang jarang karena papa lebih banyak
menghabiskan waktu di pedalaman Indonesia dari ujung timur hingga ke barat. Tak
banyak kenangan bersama papa yang terekam di memoriku. Semua buyar. Aku bahkan
tidak ingat apakah pernah bicara dari hati ke hati saat kecil dulu.
Sejarah keluargaku dimulai saat papa bertugas di Irian Jaya. Bertemu
dengan mama yang bekerja untuk tenaga sukarela Butsi. Sesama lembaga swadaya
masyarakat tentu sering mengadakan kerja sama. Lembaga sosial yang berbeda
latar belakang itu akhirnya menyatukan hati mama dan papa. Entah bagaimana
caranya. Yang pasti mereka memutuskan menikah. Tanpa restu dari orangtua mama.
Bagaimana tidak?
Karena mama murtad. Memilih menikah dengan laki-laki yang berbeda
keyakinan. Alasan mama waktu itu, karena papa orang yang taat beribadah dan inilah
jalan kebenaran yang sesungguhnya.
Sejak kecil, hampir setiap tahun, papa memilih cuti dan pasti kami
mengunjungi kakek dan nenek dari papa dan mama. bergantian. Pak Uwo...begitulah
kupanggil kakek dari mama. Keluarga mama tinggal di Jakarta. Selagi kami di
rumah Pak Uwo, uni-uni kami selalu mengajak kami sholat. Aku dan adik-adikku
paling suka saat menyebut amiiinnnn.... saling berlomba siapa yang paling
kencang bilang amin. Papa tentu saja tidak suka. Tapi ya mau bagaimana lagi.
Setelah seminggu di Jakarta, kami ke rumah eyang di Bojonegoro. Bila berkesempatan
menemui hari minggu, kami di ajak ke gereja. Sungguh lucu sebenarnya. Tapi
karena kami masih kecil ya tak memikirkan apa-apa selain ikut menikmati
suasana.
Sejak dulu setiap minggu pagi aku selalu mengikuti sekolah minggu di
gereja. Sebenarnya lebih asyik nonton film kartun di televisi. Tapi daripada
ikat pinggang papa melayang, aku dan adik-adik pergi juga.
Ketika aku duduk di bangku sekolah atas, aku aktif di paskibra
sekolah. Ini menjadi alasanku untuk menghindari ibadah sebab latihan di minggu
pagi. Walaupun aku jarang ikut ibadah minggu, aku aktif menjadi guru sekolah
minggu untuk kelas batita. Jadi setelah latihan paskibra usai, aku menuju
gereja yang kebetulan bersebelahan dengan sekolahku. Aku juga ikut paduan
suara. Bahkan cita-citaku setelah lulus SMU ingin melanjutkan ke sekolah teologia. Seperti
papa.
Tapi... cita-citaku menguap begitu saja. Awalnya karena aku ingin
menjadi dokter dan mencoba ikut tes. Tapi tidak lulus. Mungkin Tuhan
mengabulkan doa papa yang tidak ingin anaknya jadi dokter. Aku lalu memilih
sebuah lembaga pendidikan di kota Malang. Ini pertama kalinya aku jauh dari
orangtua.
Aku mengambil diploma sekretaris. Di kampus inilah aku mengenal
cinta. Sesungguhnya tak niat pacaran. Jam kuliah aku belajar di kelas, begitu
jam kukiah habis aku magang di kantor lembaga pendidikan tempatku belajar. Customer Service. Lumayan daripada
melamun di tenpat kost. Teman dekatku, ya bisa dibilang pacar, tapi selalu
kucuekin, seorang muslim.
Di akhir semester aku bersama beberapa teman memilih liburan ke kota
pacarku, Babakan Ciwaringin. Ternyata pacarku itu keturunan kyai. Memiliki
pesantren. Aku agak malu. Suasana kota santri memang teduh. Alunan alquran tak
pernah putus. Tiba-tiba aku beranikan diri untuk belajar sholat.
Teman wanitaku yang juga ikut akhirnya mengajariku wudhu. Sajadah
merah. Aku ingat betul. Aku memang tak mengerti doa-doa apa yang diucapkan
temanku itu. Hanya saja gerakan sholatku yang terbata-bata itu memberikan
ketenangan. Ada semacam kekuatan yang entah dari mana. Wajah mama dan papa juga
adik-adikku tergambar di atas sajadah.
Tak hanya itu, pacarku itu tiba-tiba melamarku. Satu hal yang tak
pernah ada di bayanganku sebelumnya. Tidak. Ini tidak benar... Aku belum mau
menikah.
Sepulang dari Ciwaringin, pacar memutuskan hubungan kami. Ia bilang
akan menerimaku bila aku memeluk Islam. Aku terdiam. Tak bisa berkata satupun.
Tapi aku menerimanya. Bukankah aku belum mau menikah. Tak masalah. Bila jodoh
pasti kembali.
Singkat cerita, aku bertemu pria lain. Lelaki yang sudah tidak sendiri lagi.
Sudah ada ekornya, kata mama. Itu bodoh. Seperti tidak ada laki-laki lain saja. Begitu
kata keluargaku.
Tapi hati memang punya jawaban sendiri. Aku tahu pilihan ini
bukanlah yang
terbaik untuk mereka. Tapi bersama laki-laki ini aku menemukan hidupku yang
sesungguhnya. Sebelum menikah aku memutuskan membaca dua kalimat syahadat.
Hatiku menangis tapi tak ada kesedihan di sana.
Kau akan hidup susah. Mau jadi apa kau hidup tanpa juruselamatmu.
Mau makan apa kau di muka bumi ini...dan lain sebagainya... itu yang selalu
dikatakan papa. Tapi keyakinanku menguatkanku.
Allah tidak akan meninggalkanku. Inilah ketenangan sejati yang
kudapat. Aku tak perlu khawatir akan hari esok. Allah telah berjanji akan
menyediakannya untukku.
Lalu tibalah saat aku menikah. Hanya disaksikan beberapa keluarga
suami, dan tak ketinggalan putri dan putranya. Tanpa kemeriahan seperti impian
wanita lainnya, aku menikmati kesyaduhan pernikahan kami.
Perjalanan memang tak mudah. Saat aku menangis, orangtuaku
menganggap itu hukuman karena meninggalkan tuhanku. Saat aku terbaring sakit
lagi-lagi dianggap sebuah hukuman. Tapi suamiku meyakinkan, dengan diberi sakit
saat itulah keimanan diuji. Allah sayang sama kita... sakit adalah salah satu
cara Allah mengampuni dosa kita.
Pilihanku tidak salah pa, ma... Suamiku adalah lelaki paling baik
yang pernah dan akan selalu selamanya hidup di sampingku. Dan menjadi seorang
muslim adalah jalan paling lurus dari apa yang pernah kulalui.
Oh iya, pacar masa
kuliahku ternyata teman sekolah suami saat di Babakan. Dia bersyukur aku
menjadi muslimah walau bukan menjadi jodohnya...
Semoga Allah selalu memberikan keindahan untuk umat yang benar-benar
berserah kepadaNya.
Smg Istiqomah ya Bun .....semangat meraih cintaNya
BalasHapusBrebes mili... Alhamdulillah, barokallah. Semoga selalu istiqomah ya :)
BalasHapus